1.
Definisi dan Makna Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara
moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian
besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls,
filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad
ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari
institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" .
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan
banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan
keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan
pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita
ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas.
Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan bisa juga diartikan sebagai
pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara
hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki “hak yang sama dan
kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang
telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu
sendiri. Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak
bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari
kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal
yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal yang tidak
semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan memiliki ciri
antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan
proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas.
2. Keadilan Sosial
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah
yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap
manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan
kebijakannya masing-masing.
5 Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan
sikap:
Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci
perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1.
Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2. Sikap
adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap
suka bekerja keras.
5. Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan
dituangka dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan
jalur pemerataan yaitu :
1.
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang
dan perumahan.
2.
Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3. Pemerataan
pembagian pendapatan.
4.
Pemerataan kesempatan kerja.
5.
Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita.
7. Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
3. Macam-Macam Keadilan
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani
umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu
masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun).
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana
hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh:
Aji bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah
harus dibedakan antara Aji dan Bale, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya
bekerja. Andaikata Aji menerima Rp.100.000,-maka Bale harus menerima Rp.
50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Aji dan Bale sama, justru hal tersebut
tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat.
4. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama
dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau
kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung
dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
5. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak
jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau
kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau,
orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh
keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi
serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar
dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila
masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang
melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek
teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka
segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan
tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,
maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah
kecurangan.
Beberapa faktor yang menimbulkan kecurangan, antara lain :
1.
Faktor ekonomi
Setiap orang
berhak hidup layak dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal
tersebut kita sebagai makhluk lemah, tempat salah dan dosa. Sangat rentan
sekali dengan hal-hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan
fikirkan.
2. Faktor
peradaban dan kebudayaan
Peradaban dan kebudayaan sangat mempengaruhi mentalitas individu
yaqng terdapat didalamnya “sistem kebudayaan” meski terkadang hal ini tidak
selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang menumbuhkan
keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya
pergeseran nurani, hamper pada setiap individu di dalamnya sehingga sulit
sekali untuk menentukan dan bahkan menegakkan keadilan.
3. Teknis
Hal ini juga menentukan arah kebijakan, bahkan keadilan itu
sendiri, terkadang untuk bersikap adil kitapun mengedapankan aspek perasaan dan
kekeluargaan, sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan, atau bahkan
mempertahankan kita sendiri harus melukai perasaan orang lain.
6. Perhitungan
(Hisab)
Perhitungan
(Hisab) menurut agama ialah perhitungan amal dan perbuatan manusia selama ia
hidup, apa yang ia kerjakan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Amal
perbuatan atas perbuatannya akan di hisab atau dihitung dan dilakukan
pembalasan sesuai dengan apa yang telah ia kerjakan.
Sedangkan perhitungan (Hisab) menurut hukum ialah perhitungan
terhadap apa yang telah dilakukannya. Perhitungannya tidak berdasarkan kemauan
manusia namun perhitungannya sesuai dengan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut.
Dan kepadanya dikenai pembalasan berdasarkan apa yang telah dilakukan.
7. Pemulihan
Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga
dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan
bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak
ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku
atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan
itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi,
cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau
tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus
tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan
harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan
kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh
kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela,
tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
8. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan
yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan
yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan
yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan
mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang
menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia
tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia
berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan
kewajiban itu adalah pembalasan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar