Pembangunan dan pengembangan kota Banda
Aceh secara cepat di berbagai sector pasca tsunami mengakibatkan timbulnya
permasalahan bari, seperti volume kendaraan yang semakin menignkat yang
menyebabkan kemacetan, drainase yang tidak berfungsi dengan baik, masalah
persampahan, persoalan penertiban pedagang kaki lima, dan berbagai persoalan
kota lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan kota berkelanjutan
yang menimbulakn rasa nyaman bagi masyarakat sebgai penghuni kota. Sehingga penerapan
konsep kota hijau di Banda Aceh dirasakan sangat berperan terhadap
perkembangan Banda Aceh menjadi sebuah
kota yang ramah terhadap lingkungan.
Kota hijau adalah kota yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energy
mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan
lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan
dan perancangan kota yang berpihak pad prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. (www.unep.org/wed).
Beberapa strategi terkait perencanaan hijau adalah :
a.
Menetapkan daerah yang tidak boleh
dibangun
b.
Menyusun kebijakan hijau
A.
ANALISIS TERHADAP PERENCANAAN HIJAU
Prinsip
kota hijau diarahkan pada pembangunan kawasan berkepadatan tinggi, mixed used, dan berorientasi pada
manusia. Perancangan diarahkan untuk
mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan
pengguna sepeda. Untuk itu pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan dokumen
perencanaan dan perancangan kota sebagai produk hukum yang kuat dan mengikat,
baik dalam wujud peraturan daerah/ peraturan walikota, termasuk peraturan
mengenai RTH, dalam hal ini mencakup juga pembuatan Master Plan Ruang Terbuka
Hijau, Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang mengadopsi prinsip-prinsip
kota hijau. Pemerintah Kota Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 tahun 2009
tentang RTRW Kota Banda Aceh tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang RTH
Kota Banda Aceh.
Dalam RTRW Kota Banda Aceh tahun
2009-2029 konsep perencanaan kota hijau terlihat dari :
Penetapan pola ruang kota didasarkan
atas pertimbangan keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami; kecenderungan
perkembangan yang terjadi pasca tsunami; optimasi dan efisiensi pemanfaatan
ruang; kelestarian lingkungan; dan mitigasi terhadap bencana.
·
Kebijakan dan strategi pengembangan
pola
ruang kota sangat memperhatikan
pengembangan kawasan lindung dengan melakukan pelestarian fungsi lingkungan
hidup dan keberlanjutan pembangunan kota dalam jangka panjang, penetapan
kawasan perlindungan setempat, RTH, kawasan cagar budaya, kawasan rawan
bencana, dan strategi pengembangan kawasan budidaya.
·
Pelayanan transportasi kota 20 tahun
yang
akan datang lebih mengutamakan
pelayanan dengan angkutan massal dan sistem pengangkutan sungai dengan
memanfaatkan Krueng Aceh untuk transportasi umum, transportasi barang dan
transportasi wisata.
B. ANALISIS TERHADAP RUANG TERBUKA
HIJAU
Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007
dinyatakan bahwa RTH terdiri dari RTH publik sebesar 20% dan RTH privat sebesar
10%. Dalam RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029 ditetapkan bahwa pengembangan RTH
meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman
sungai dan pantai atau RTH tepi air. Penyediaan RTH ini bertujuan untuk fungsi
ekologis, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika yang tidak akan dikembangkan sebagai
ruang terbangun.
Total luas RTH eksisting Kota Banda
Aceh seluas 2.077,28 atau 33,85% dari luas kota yang terdiri dari luas RTH
publik eksisting sebesar 676,27 ha atau 11,02% artinya masih kekurangan 8,98%
dari ketentuan luas minimal yang ditetapkan, dan sebaliknya ketersediaan RTH
privat eksisting adalah sebesar 1.401,01 ha atau 22,83% telah melebihi luas
minimal yang ditetapkan yaitu 10% dari luas wilayah. Namun distribusi RTH
privat ini tidak merata dan sewaktu-waktu dapat berkurang karena pengalihan
fungsi oleh masyarakat sebagai pemilik lahan.
C. ANALISIS TERHADAP KOMUNITAS HIJAU
Sebahagian
masyarakat Kota Banda Aceh sudah mempunyai kesadaran untuk membangun Kota Banda
Aceh menjadi kota yang lebih baik. Hal ini terlihat dengan adanya
komunitas-komunitas masyarakat yang telah terbentuk yang peduli terhadap
lingkungan. Beberapa komunitas ini dibentuk oleh pemerintah Kota Banda Aceh
dalam upaya pengembangan program kota hijau, ada juga yang terbentuk sendiri
oleh masyarakat namun jumlahnya masih sangat sedikit.
Komunitas
yang terbentuk sendiri seperti Komunitas Peta Hijau yang telah memetakan RTH
yang ada di Kota Banda Aceh. Komunitas ini sudah dilibatkan secara langsung
oleh pemerintah kota untuk membantu percepatan pengembangan Banda Aceh menjadi
kota hijau. Komunitas hijau yang dibentuk oleh pemerintah seperti komite
perwujudan RTH Lambung. Komunitas ini bertugas membangun dan memelihara RTH di
gampong Lambung.
Berikut adalah Jurnal yang bersangkutan mengenai kajian penerapan dan pengembangan kota hijau di Banda Aceh.
http://prodipps.unsyiah.ac.id/Jurnalmts/images/Jurnal/volume/vol5/5.1.mts/8.%2081-90%20Syawwalina.pdf